Jumat, 16 Maret 2012

Gizi Terapan


DIET PADA DIABETES MELLITUS TIPE 2

Pendahuluan
            Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit endokrin yang paling banyak prevalensinya. Diperkirakan lebih dari 15 juta penduduk AS menderita diabetes tipe 2 ini, dan angka ini sekitar sepertiga dari jumlah yang belum terdiagnosis. Angka tersebut meningkat per tahunnya sebanyak 6%. Perkembangan diabetes tipe 2 dipengaruhi dengan kuat oleh faktor genetik dan faktor lingkungan, termasuk obesitas, penurunan aktivitas fisik, dan rendahnya tingkat ketahanan fisik.
            Sekitar 80% penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas merupakan satu hal yang menghambat keberhasilan penanganan diabetes, dengan memperburuk resistensi insulin, dislipidemia, dan hipertensi serta menjadi faktor resiko penjakit jantung koroner. Telah dibuktikan bahwa penurunan berat badan sebanyak 10 persen pada pasien deabetes tipe 2 dengan indeks massa tubuh 30-40 kg/m2 menghasilkan penurunan glukosa puasa 2 hingga 4 mmol/l dan penurunan HbA1c sebanyak 1%, serta penurunan dosis obat antibiotik dan insulin.
            Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah sel ß pankreas relatif cukup tersedia, tetapi sekresi insulin sebagai respon terhadap glukosa menurun, serta terdapatnya resistensi jaringan perifer terhadap kerja insulin.
            Dalam sepuluh tahun terakhir, terjadi perubahan konsep mengenai prinsip penanganan diabetes mellitus tipe 2. Pada dasarnya, telah terjadi perubahan dalam tingkat kesadaran masyarakat mengenai diabetes sebagai masalah kesehatan masyarakat seperti halnya terjadi perubahan dalam perilaku masyarakat terhadap cara mengatasinya. Berkembangnya obat-obat farmakologis dan teknologi monitoring untuk menangani diabetes memungkinkan untuk menurunkan glukosa darah mendekati batas normal secara aman.
            Misi dari terapi gizi medik pada diabetes mellitus tipe 2 adalah menghindari penyakit dan faktor resiko kardiovaskular (hipertensi, dislipidemia, obesitas) pada populasi ini. Sebagian besar dari populasi ini mengalami obesitas, dan penurunan berat badan sangat dianjurkan dan tetap menjadi tujuan yang penting. Diet hipokalori dan penurunan berat badan minimal seringkali menghasilkan penurunan glukosa darah yang drastis pada individu yang baru saja menderita DM tipe 2. Saat ini, terapi gizi medik pada diabetes mellitus tipe 2 harus dijelaskan lebih rinci menjadi penurunan kalori sederhana, penurunan asupan lemak, peningkatan aktivitas fisik, serta penurunan hiperlipidemia dan hipertensi. Peningkatan konsumsi serat larut air dapat memperbaiki kontrol glukosa darah individu dengan diabetes mellitus tipe 2.
            Diet dan olahraga merupakan modalitas utama dalam terapi diabetes dan telah diakui selama berabad-abad. Para diabetolog saat ini menyetujui bahwa asupan lemak pada diet diabetes terlalu bebas dan perlu dikurangi sebagai usaha untuk mencegah komplikasi vaskular jangka panjang. Saat ini, terapi diet dilakukan berdasarkan mekanisme pengaruh komponen makanan terhadap kontrol metabolik pada diabetes, efek dari berbagai jenis karbohidrat pada terapi, dan peran serat, terutama pada diabetes tipe 2.

Prinsip Terapi Diet Pada Diabetes
            Diabetes memiliki gejala yang heterogen, oleh karena itu tidak ada diet tunggal untuk diabetes. Diet untuk  diabetes direncanakan berdasarkan usia, status gizi, tingkat keparahan kelainan metaboliknya, tingkat aktivitas fisik, faktor pendidikan, sosial, budaya dan ekonomi, serta kehadiran masalah-masalah yang berhubungan dengan diabetes, seperti hiperlipidemia, hipertensi, dan penyakit ginjal.
            Pada sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 dan disertai dengan obesitas, tujuan utama terapi diet adalah menurunkan berat badan dengan rencana makan hipokalorik, tetapi mencukupi kebutuhan. Penurunan berat badan yang sedikit saja dapat memperbaiki perbagai aspek dari diabetes tipe 2 ( misal, kontrol glukosa, sekresi insulin, kerja insulin) dan memperbaiki hipertensi dan hiperlipidemia, yang biasanya menyertai pasien diabetes tipe 2. Hanya saja, keberhasilan jangka panjang dalam mempertahankan berat badan yang lebih rendah seringkali terbatas dan sangat bergantung pada motivasi pasien, keberhasilan mengubah perilaku, dan kontak dengan petugas kesehatan.
            Kontroversi terjadi pada beberapa komposisi diet, termasuk kandungan karbohidrat, sumber karbohidrat (sederhana atau kompleks), potensial glikemik relatif karbohidrat dan peran serat pada diet. American Diabetes Association menganjurkan peningkatan komposisi karbohidrat diet mencapai 55% hingga 60% dari total kalori. Pada beberapa situasi, konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi memicu peningkatan kadar insulin, peningkatan asupan energi, dan penambahan berat badan.
            Beberapa faktor mempengaruhi respon glikemik terhadap karbohidrat, yaitu komponen nutrisi lain (lemak, protein) pada hidangan campur, keadaan fisik makanan (beras tumbuk dibandingkan dengan beras giling, efek dari cara memasak), kandungan anti-nutrien pada kacang-kacangan (fitat, lektin, saponin, tannin, inhibitor enzim), dan kandungan serat pada makanan. Makanan dengan kandungan serat tinggi seperti kacang-kacangan memiliki indeks glikemik yang rendah karena diabsorpsi lambat oleh saluran pencernaan. Serat kental larut air seperti gom dan pektin menurunkan hiperglikemi postprandial secara signifikan dan dapat menurunkan kadar lipid serum.
            Relevansi klinis kuantitas dan jenis karbohidrat serta kandungan serat pada makanan dalam penelitian observasi jangka panjang  menyatakan bahwa asupan makanan rendah serat dan indeks glikemik tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko mengalami diabetes hingga lebih dari dua kali lipat.
            Secara garis besar rekomendasi diet dan aktivitas untuk diabetes tipe 2 bertujuan:
1.                  Memperbaiki obesitas yang dapat memperburuk resistensi insulin, menurunkan efikasi penurunan glukosa, obat antihipertensi, dan hiperlipidemi, serta merupakan resiko independen dari penyakit makrovaskuler.
2.                  Menurunkan resiko kardiovaskuler, dengan membatasi asupan lemak, kolesterol, natrium, dan alkohol.
3.                  Menghindari hipoglikemi pada pasien yang menggunakan sulfonilurea dengan mengoptimalkan waktu dan komposisi makanan.

Lemak Pada Diet Untuk Diabetes
            Dengan meningkatnya proporsi karbohidrat pada diet, lemak makanan dapat dikurangi, dan diet rendah lemak dapat dianjurkan mengingat tingginya prevalensi atherosklerosis pada penderita diabetes. Beberapa penelitian epidemiologis menemukan bahwa pasien diabetes memiliki insidensi penyakit arteri koroner dua hingga empat kali lebih banyak, walaupun dengan kadar kolesteror LDL dalam batas normal.
            Saat ini, pendekatan diet dengan anjuran asipan lemak sebanyak kurang dari 30% kalori total, dengan jumlah lemak jenuh kurang dari 10% kalori dan asupan kolesterol sebanyak 200-300 mg per hari, merupakan langkah penting untuk mengatasi hiperkolesterolemia sebelum menggunakan terapi dengan obat.
            Asam lemak tak jenuh ω-3 yang terdapat pada ikan (EPA, DHA) memiliki efek protektif terhadap aterotrombosis. Efek tersebut meliputi efek terhadap prostaglandin, agregasi trombosis, pembentukan nitrit oksida oleh endotel, dan pada pembentukan sitokin, growth factor, dan VLDL. Hal tersebut dapat menjelaskan hubungan antara konsumsi ikan dan penurunan mortalitas penyakit arteri koroner pada penelitian epidemiologis.
            Untuk pasien dengan kadar trigliserida lebih dari 1000 mg/dL yang disebabkan oleh akumulasi kilomikron, penurunan asupan lemak (<30-40 g per hari) diperlukan untuk meminimalisasi resiko pankreatitis akut dan sindrom nyeri abdomen yang disebabkan hiperkilomikronemia. Pada situasi ini, berhenti mengkonsumsi alkohol, penurunan berat badan, dan kontrol terhadap hiperglikemia penting untuk mencegah hipertrigliseridemia dan pankreatitis yang berat.

Jadwal Makan dan Komposisi Makanan
            Rencana makan untuk diabetes diseduaikan untuk tiap individu berdasarkan status gizi pasien tersebut, aktivitas fisik, latar belakang sosioekonomi, budaya dan kegemaran pasien. Hal di atas merupakan hal yang umum tetapi sangat penting untuk mendapatkan hasil yang bagus.
            Kebutuhan rata-rata total kalori harian dapat dihitung dengan rumus sederhana, yaitu 25 × berat badan yang diinginkan (kg) untuk individu dengan sedikit aktivitas fisik (lebih banyak menghabiskan waktu dengan duduk atau berbaring). Untuk individu dengan aktivitas fisik yang lebih banyak perlu ditambahkan 10 hingga 20 kal/kg dari rumus yang sebelumnya. Untuk anak-anak dan remaja, diperlukan penyesuaian lebih jauh, dan perlu penyesuaian berkala berdasarkan pola garis pertumbuhan.
            Diet spesifik harus terbagi menjadi 20%, 20% hingga 25%, 30% hingga 35% dari total kebutuhan kalori harian untuk sarapan, makan siang, dan makan malam, dengan sisa 20-30% kalori menjadi dua atau tiga kali makanan selingan. Saat ini, proporsi asupan gizi yang dianjurkan untuk karbohidrat, protein, dan lemak jenuh pada makanan berturut-turut adalah 50% hingga 60%, 10% hingga 20%, dan <10% kalori, serta asupan serat 20-30 g per hari dengan komposisi bahan makanan yang seimbang (daging, roti/nasi, minyak, susu, buah dan sayur). Makanan dengan kandungan lemak trans harus dihindari.
            Pada pasien dengan hipertrigliseridemia, dapat dilakukan penurunan karbohidrat total dan peningkatan lemak tak jenuh tunggal. Konsep penggantian makanan memudahkan pasien untuk memilih dan berganti menu dengan nilai kalori yang sama, dan oleh karena itu konsep ini lebih fleksibel dan pasien lebih berpartisipasi dalam rencana makan. Terakhir, pasien memerlukan edukasi untuk menghindari penggunaan alkohol, yang mengandung kalori tambahan dan dapat merusak metabolisme.

Peran Program Diet dan Olahraga dalam Mencegah Diabetes dan Penyakit Kardiovaskular
            Inaktivitas fisik, seperti halnya obesitas adalah kontributor utama terjadinya diabetes dan penyakit kardiovaskular pada masyarakat. Diperkirakan inaktivitas fisik terhitung 24% dari total resiko untuk diabetes tipe 2. Ini adalah masalah yang menyita banyak perhatian pada kalangan tertentu. Pada penelitian epidemiologi prospektif dalam dekade terakhir menunjukkan hubungan terbalik antara aktivitas fisik biasa hingga berat terhadap resiko diabetes tipe 2.
            Keuntungan diet dan olahraga sangat berarti dan bertahan lama pada individu yang relatif lebih muda dengan obesitas viseral (dengan atau tanpa peningkatan indeks massa tubuh), resistensi insulin, dan peningkatan resiko diabetes. Selama ini, terdapat dua percobaan diet dan olahraga jangka panjang terhadap subjek dengan toleransi glukosa yang terganggu. Hasilnya menyatakan penurunan dalam perkembangan menuju diabetes sebanyak 30% hingga 50%.

Daftar Pustaka
Becker, Kenneth L.; Kahn, C. Ronald; Rebar, Robert W., Principles and Practice of Endocrinology and Metabolism, 2002 : Lippincott Williams & Wilkins
Larsen, P. Reed MD, FACP, FRCP, Williams Textbook of Endocrinology, 10th ed., 2003 : Elsevier

Tidak ada komentar:

Posting Komentar